Belajar Sibuk Selagi Senggang


"Hai! Ada yang ingin kubicarakan."

"Perihal apa?"

"Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi. Maaf."
"..."

Seketika, semuanya terasa menjadi kacau dan amat berantakan. Alam pikiranku pun berontak hingga terbesit sebuah kalimat: "Sialan! Alam, bahkan Tuhan, seperti tak mendukungku."

Aku, saat itu, membenci diriku sendiri dalam waktu yang cukup lama. Bukan karena hal tidak mengenakkan yang baru saja menimpaku, melainkan karena buruknya prasangkaku kepada Tuhan.

---

Jauh sebelumnya, seseorang pernah berkata: "Jangan buat usia orang lain menjadi semakin tua." Lah! Memangnya, aku bisa apa dengan usia orang lain?

Tetapi yang kutahu, seingatku, aku pernah mengubah usia atau tahun kelahiranku agar bisa membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) dan itu pun sama sekali bukan atas kehendakku. Aku hanya mengikuti arahan seseorang, menimbang-menimbang apakah bisa tahun kelahiranku diubah, dan apakah tidak akan ketahuan oleh petugas pembuat SIM.

Kalau beruntung, tentu aku akan memiliki SIM di usiaku yang sebenarnya belum cukup dan tentu saja, aku bisa selalu tampil percaya diri setiap kali berkendara. Ke mana pun itu. Tapi kalau tidak, mungkin aku tidak akan bisa membuat atau mendapatkan SIM kecuali dengan beberapa syarat yang tidak semestinya. Apa itu? Pikir saja sendiri!

Sebulan setelahnya

Hari tanpa kehadirannya menjadi lebih terasa, sementara itu, aku masih tetap asyik tersenyum bahkan tertawa kala membaca kembali setiap pesan darinya, walau kemudian hanya membuatku merasa kesal setengah mati pada akhirnya.

Temanku bilang, lebih baik aku segera berhenti melakukan itu dan mulailah dengan menghapus semua pesan darinya, karena kalau tidak, aku bisa semakin kacau dengan terus-menerus membacanya dan kupikir dia ada benarnya.

Aku tidak pernah mengira kalau hal seperti ini akan menimpaku kembali.

Memulai kesibukan baru

Rutinitas harianku mulai berubah, terutama setelah menerima tawaran menjadi operator sekaligus sekretaris di salah satu sekolah dasar. Hampir setiap hari aku bergelut dengan begitu banyak berkas sekolah.

Pada beberapa kesempatan, ketika bosan mulai melanda, terkadang aku lebih memilih untuk menikmati cireng isi yang kubeli di warung Bi Erah. Atau dengan memutar beberapa lagu yang ada di laptopku. Aku tahu betul, ini jadi seperti perkara adu kuat antara memeriksa ulang data dengan membaca ulang pesannya.

Oh tidak! Pesannya sudah tidak lagi kubaca, tidak pula kutersenyum manakala membaca setiap detailnya. Bahkan, pesannya sudah mulai kuhapus walau sebagian.

Penerimaan mungkin adalah salah satu hal yang paling berat bahkan bisa membangkitkan kenangan paling menyakitkan yang pernah terjadi dalam diri kita.

Tapi, hari itu, di depan laptop yang menyala dan memainkan lagu; tumpukan berkas; dan --tentu saja-- cireng isi, rasanya semua akan baik-baik saja. Atau mungkin tidak? Entahlah.

Komentar

Postingan Populer