Yuk! Berdoa
Eksistensi manusia
sebagai makhluk yang diciptakan untuk menjadi penghuni sekaligus pemimpin di
muka bumi, sedikitpun tidak menghilangkan kefitrahannya sebagai seorang hamba.
Sifat seorang hamba sendiri, di dalam penghambaannya, tidak boleh ditujukan
kepada selain Tuhannya, yakni Allah Swt. (lihat QS. al-Dzariyat/51: 56).
Ada banyak bentuk
penghambaan seorang hamba kepada Tuhannya, satu di antaranya adalah dengan
berdoa. Dalam satu keterangan dikatakan bahwa doa merupakan otak bagi suatu
ibadah. Beda halnya dengan otak (akal) yang kemudian menjadi salah satu sebab
dijadikannya manusia sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk lain,
doa dipandang mulia dengan dzat doa itu sendiri.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi; Ibnu Majjah; Ibnu Hibban;
dan al-Hakim, Nabi Muhammad Saw. bersabda:
لَيۡسَ شَيۡءٌ أَكۡرَمَ عَلَى ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ ٱلدُّعَآءِ
“Tidak ada sesuatu yang
lebih mulia bagi Allah ‘Azza Wa Jalla selain doa”
Berdasarkan redaksi hadits
di atas, dapat dikatakan bahwa Allah memandang mulia sebuah doa karena dzat doa
itu sendiri, bukan karena statusnya sebagai otaknya ibadah. Maka dari itu,
senantiasalah untuk berdoa kepada Allah.
Perlu diketahui
bahwasannya seorang hamba tidak boleh mendahului kehendak Allah dalam memastikan
manfaat dan maslahatnya satu tingkah dari beberapa tingkah, sebab pada dasarnya
manusia sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu pun (lihat QS.
al-Nahl/16: 78).
Dengan demikian, di
mana-mana ia berdoa kemudian Allah (langsung) mengabulkan doanya dengan
memberinya sesuatu, maka pemberian itulah yang menjadi maslahat. Dan di
mana-mana ia berdoa, namun Allah mengakhirkan untuk mengabulkan doanya, maka
hal terebut jangan sampai menjadikannya putus asa.
Ketika Allah mengakhirkan
untuk mengabulkan doa seorang hamba, maka ia dianjurkan untuk tetap bersikap
tenang dengan penuh sangkaan baik karena sesungguhnya Allah pasti akan
mengabulkan setiap doa (lihat QS. Ghafir/41: 60). Allah berjanji akan
mengabulkan doa, namun dalam waktu dan pilihan yang dikehendaki oleh Allah.
Terkadang, seorang hamba
tidak suka terhadap satu perkara padahal perkara tersebut baik untuknya dan,
terkadang suka terhadap satu perkara padahal perkara tersebut tidak baik
untuknya. Maka sudah seharusnya bagi seorang hamba untuk berpasrah diri kepada
Allah dan meyakini bahwa semua kebaikan ada dalam pilihan Allah meskipun itu
pada perkara yang tidak disukai olehnya.
Komentar
Posting Komentar