Wanita Tua yang Tertelan Jalanan Kota

Ia melangkah dalam kengahatan yang begitu terang. Di kepalanya masih tersimpan sebuah peta ingatan. Ingatan yang masih hangat, bekas mimpi semalam. Ia menyusuri setiap sudut kota dengan cara yang tak biasa. Ditinggalkannya setiap langkah kaki dengan kerikil hitam, sebuah pertanda bahwa ia memaksa diri agar bisa pulang. Ia berharap dapat pulang kembali, sambil membawa seseorang yang kala itu hadir di mimpinya.

Jalanan menyeretnya, selalu, dalam setiap langkah penelusuran, hingga begitu jauh masuk ke dalam lubang kelam. Itu adalah jalan yang menjanjikan sesuatu yang tengah ia cari untuk ditemui kemudian untuk dimiliki. Adalah orang itu, orang yang hadir di mimpinya. Aturan mainnya memang tidak begitu jelas, tapi ia tetap menikmati setiap tantangannya. Sebab, di kepalanya terdapat sebuah peta ingatan yang selalu siap menuntun bagaikan cahaya dari lentera. Segalanya menjadi mudah dan menyenangkan.

Ia memulai dengan sebuah pertanyaan yang selalu hadir di kepalanya, “Ke mana kuharus melangkah?” tapi dengan spontan kepalanya juga yang menjawab. Menayangkan sebuah peta. Dan kakinya melangkah tanpa harus bertanya, mengikuti apa yang tertayang di kepalanya. Ia melangkah untuk sesuatu yang tak lain adalah seorang wanita tua. Bukan sekedar wanita tua. Wanita tua itu adalah sesuatu yang selalu ada di kepalanya mana kala ia terlelap. Wanita tua yang tertelan jalanan kota.

Kota dan jalan-jalan itu mulai berirama sesuai dengan aturan mainnya, membuat pencariannya menjadi penuh dengan nada keyakinan. Keyakinan yang paripurna. Jalan-jalan itu serentak membuka diri, memberitahu ke mana ia harus melangkah. Bahkan segala penjuru kota menawarinya jalan pintas, mempersilakan diri untuk dilewati kakinya.

Jalanan itu terus disibakinya. Ia melesat jauh dari prakira dan praduga ke segala penjuru kota, hingga akhirnya ia menyodorkan tangan sekaligus punggung yang lebar. “Naiklah ke punggungku, kurawat engkau semampuku.” Ajakan yang begitu heroik dan itu tertuju kepada seorang wanita tua yang sama sekali tak dikenalinya.

Kerikil hitam itu kini diambilnya kembali, satu demi satu, sambil mendatangi jalanan yang dulu dilewatinya. Ia tengah menyusuri jalan pulang pada sebuah senja yang perlahan mulai senyap tertlahap malam, membawa seseorang yang kala itu hadir di mimpinya. Wanita tua yang tertelan jalanan kota.

Komentar

Postingan Populer